Kinerja Buruk PUTR Ketapang: Tender Molor, Proyek Rakyat Terbengkalai

f894b8104c6d44b95ed4c3e1bdf38a22

BY suarajur - Minggu, 21 September 2025 in

IMG-20250921-WA0001

Ketapang,suarajurnalis.id – Warga Desa Periangan, Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang kembali dibuat resah. Proyek lanjutan pembangunan Jembatan Periangan yang sudah ditetapkan pemenangnya sejak 19 September 2025, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda aktivitas pekerjaan di lapangan.

Suri (52), warga setempat, mengaku heran karena pemenang tender telah diumumkan melalui LPSE Kabupaten Ketapang sejak 29 Agustus 2025, namun hingga saat ini tak ada satu pun kegiatan konstruksi.

“Sudah ditetapkan pemenang oleh LPSE Kabupaten Ketapang tanggal 29 Agustus 2025, tapi sampai hari ini belum ada giat pekerjaan untuk lanjutan pembangunan Jembatan Periangan tersebut,” ungkap Suri, Jumat (19/9).

Proyek jembatan ini sejatinya bukan hal baru. Pada tahun 2024, pemerintah daerah sudah menggelontorkan anggaran Rp 9,7 miliar dari APBD Ketapang. Namun, hasilnya hanya berupa abutmen, tiang pondasi, dan fender pengaman. Kini, proyek dilanjutkan dengan dana DAU–APBD Tahun Anggaran 2025 dengan pagu Rp 14,6 miliar dan HPS sebesar Rp 14,45 miliar.

Pemenang tender adalah PT Karya Inti Bumi Konstruksi asal Banda Aceh, dengan nilai penawaran Rp 12,97 miliar. Berdasarkan dokumen lelang, pekerjaan ini memiliki tingkat kompleksitas tinggi dengan jangka waktu pelaksanaan 120 hari. Namun, karena proses administrasi yang molor, waktu efektif kontrak kini tinggal 90 hari.

Ketua Gapensi Ketapang, Alfian, menilai kondisi ini sangat berisiko.
“Jika waktu penyelesaian 120 hari, sementara kontrak tersisa 90 hari, jelas proyek ini akan terlambat. Padahal pekerjaan sangat kompleks, mulai dari pemasangan struktur baja hingga kebutuhan alat berat yang harus tersedia di lokasi. Saya ragu pekerjaan bisa selesai tepat waktu,” tegas Alfian.

Ia menambahkan, dengan memasuki musim hujan, pekerjaan akan semakin berat. Keterlambatan lelang ini dinilai sebagai bentuk buruknya manajemen proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Ketapang.

Hal senada disampaikan Beni, pengamat konstruksi lokal.
“Seharusnya lelang dilakukan jauh hari agar ada kecukupan waktu. Kalau terlambat begini, yang rugi masyarakat. Jangan sampai proyek kembali mangkrak seperti tahun lalu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Bina Marga PUTR Ketapang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran, Rahmat, ketika dikonfirmasi hanya menjawab singkat, “Masih di Pokja dan tergantung Pokja.”

Jawaban normatif itu justru semakin memperkuat dugaan bahwa Dinas PUTR Ketapang gagal mengelola administrasi proyek secara profesional. Keterlambatan ini membuka ruang spekulasi adanya permainan anggaran dan jual beli proyek pemenang tender sesuai pesanan, terutama pada proyek-proyek Penunjukan Langsung (PL).

Masyarakat berharap Jembatan Periangan benar-benar diselesaikan, bukan kembali menyisakan kekecewaan sebagaimana tahun sebelumnya. (AS)